Psikolog dan Terapis pada Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Dewasa ini giliran Narkoba (Narkotika, Psik...
Psikolog dan Terapis pada Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN)
Dewasa ini giliran Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya) semakin meluas, dan telah sampai pada tahap awal. Bahan ini telah digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat, dari tingkat atas hingga bawah, dan kelompok masyarakat baik anak-anak, orang dewasa, kalangan eksekutif, mahasiswa, maupun preman.
Menurut catatan dari World Drug Report (Colombo Plan, 2005) diperkirakan 200 juta manusia selama tahun 2004 telah menggunakan Narkoba di hampir seluruh negara. Terlebih, lagi jaringan penggunaan Narkoba telah berkembang jadi dasyat, dan permasalahannya tidak hanya muncul pada saat tetapi juga pada produksi dan penjualannya.
Korbannya dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Khusus di Indonesia, sejak 1970 saat permulaan Narkoba melanda remaja khususnya di Jakarta hingga 2000, data kunjungan korban Narkoba di RSKO Jakarta dan Polri, baik rawat inap maupun rawat jalan, menunjukkan signifikan. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir terjadi lonjakan kasus lebih dari 400 persen. Tercatat 28387 kasus yang dilalui Polri, dan kasus Narkotika menjadi yang terbanyak, yaitu 13803 kasus.
Berdasarkan PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa) dan DSM IV, giliran Narkoba dapat didiagnosa sebagai bentuk gangguan kejiwaan. Dan menurut jumhûl ulama, hukum barang bersih ini haram, selain untuk pengobatan. Penggunaan, memperdagangkan, dan memproduksinya merupakan amalan berdosa.
Banyak faktor yang mendorong seseorang menjadi penyalahguna Narkoba. Dalam pemenuhan fungsi-fungsi yang ideal dalam setiap tahap perkembangan manusia, dapat memperbesar kebutuhan seseorang terhadap Narkoba.
Menurut Edward Kaufman (Terapi Keluarga Obat dan Penyalahgunaan Alkohol, 1991), banyak sekali variabel yang harus diperhatikan. Yaitu biologis, psikologis, sosial, dan budaya. Ia mencatat, ada beberapa hal yang digaris bawahi, yaitu mencakup pola-pola kepribadian spesifik, di dalam ketidak-mampuan seseorang dalam mengatasi, dan dan juga perilaku yang tidak asertif.
Berdasarkan penelitiannya terhadap penyalahguna Polydrug (pengguna yang beraneka ragam jenis Narkoba), terlihat tingkat kesalahan, kebingungan, penolakan, kecepatan besar, kebebasan otoritas, dan kemampuan berkelit para pengguna.
Barang bersih ini sangat riskan karena rasa kecanduan hingga ketergantungan penggunanya. Menurut Sarafino (Psikologi Kesehatan; Interaksi Biopsychososial, 1990), kecanduan adalah kondisi yang dihasilkan oleh penggunaan bahan-bahan alami atau sintensis secara terus-menerus, yang membuat penggunanya tergantung secara fisik dan psikologis untuk zat-zat tersebut.
Rice (1996) membedakan antara kecanduan fisik dengan kecanduan psikologis. Kecanduan...... Sedang kecanduan psikologis ditandai dengan berkembangnya kebutuhan terhadap narkoba.
Sementara Frankl menyebutkan, alasan individu mencandu narkoba adalah menemukan seseorang dalam menemukan makna hidup.
- Pasang Spiritual
Penelitian mutakhir telah menjadi faktor yang penting untuk kesehatan dan psikologis. Menurut Wills, Yeager dan Shandy (Psychology of Addictive Behaviors, 2003) banyak penelitian yang membuktikan bahwa mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam jiwa manusia, menurut pandangan psikologi Islam, yang disebabkan ketidak-tundukkan individu terhadap aturan-aturan yang diberikan Sang Khalik. Penyimpangan secara vertikal kepada Sang Maha Pencipta, secara langsung akan memberiahan horizontal antarsesama manusia.
Artinya, akhlak atau tindak tanduk keseharian seseorang sangat ditentukan oleh kebersihan sifat jiwanya dalam kedekatan kepada Sang Khalik, juga cara melakukan tindakan terhadap kemunkaran atau kondisi negatif yang ada di hadapannya.
Suasana perasaan cemas dan gelisah menjadi salah satu pertanda dari kondisi dan keadaan jiwa yang tidak seimbang. Jika seseorang tidak mampu menyelesaikan konflik-konflik yang dialaminya, maka gangguan emosi dalam diri akan muncul tanpa dapat dihindari.
Ketidakmampuan seseorang untuk mengungkapkan rangsangan emosional dari luar dengan layak, dan untuk mengolah emosi atau mengungkapkan perasaan-perasaannya, dapat muncul menjadi bentuk gangguan perasaaan (suasana hati) dan perilaku (Qs. Al-Baqarah [2]: 277).
Dalam konteks psikologi, suasana yang negatif, seperti rasa khawatir, emosional dan sedih, muncul dari ketidakmampuan seseorang untuk menyerahkan segala bebannya kepada Allah SWT, atau tawakal (Qs. Al-Anfâl [8]: 2-4) .
Perm masalah-masalah dalam kehidupan seseorang akan muncul, jika ia tidak mampu menghadapi dan menangani masalah dengan baik. Konflik yang sering merupakan penyebab utama masalah, akan dapat diselesaikan seseorang yang memiliki kemampuan penataan konflik (manajemen konflik) yang baik. Kegagalan seseorang untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah, pada saat-saat berikutnya akan menyebabkan masalah dan persepsi ketidaknyamanan diri.
Penelitian Williams, Larson, Buckler, Hackman, dan Pile pada tahun 1991, membuktikan kebenaran yang cukup kuat dalam kehidupan. Stres dan kecemasan dalam kehidupan, akan semakin menurun seiring dengan frekuensi keterlibatannya dengan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Menurut George de Leon (2002), Tuhan menjadi “Kekuatan Tertinggi” spiritual, yang sangat pribadi harus dapat digunakan oleh para pelaku pemulihan. "Kekuatan Tertinggi" dapat digunakan sebagai kekuatan pribadi, jika ia mampu menggunakan kesadaran dengan kekcilan dirinya lewat Tuhan.
Dalam “Model 12 Langkah” pemulihan pecandu Narkoba, pada langkah kedua juga “Kekuatan yang Lebih Tinggi” yang dapat mengubah pecandu pada kewarasan. Langkah ini dilakukan setelah pecandu melakukan ketidakkonsistenan atas ketidak-hadiran kekuatan Narkoba dan adiksi, dan juga definisi kehidupan yang tidak terkendali akibat barang berbahaya itu.
Pada langkah ketiga penyeberangan total total kepada Tuhan (tawakal). Yaitu upaya mengalihkan hidup dari menuhankan Narkoba dan adiksi, kepada alam yang ditetapkan oleh Tuhan. Dari dua langkah yang ada, ada lima langkah (3, 5, 6, 7, dan 11) yang menghubungkan antara pecandu dengan Tuhan.
- Obat Tawakal
Kondisi dan kondisi jiwa seseorang, dapat menjelaskan akhlak yang akan muncul darinya. Dan tingkatkan seseorang, sangat berdampak buruk pada akhlak yang buruk. Imam Syahrarwardi (dalam Ghazali Menuju Mukmin Sejati, 1994) mengatakan, bahwa hamba Allah hanya mungkin mencapai derajat tertinggi yang sejati, jika cahaya renungan Ilahi mulai bersinar di dalam leher. Saat tipuan kecongkakan jiwa pudar, ia pun menjadi lembut, patuh kepada Allah dan menghormati manusia.
Dalam sebuah hadits layar, seorang lelaki berkata kepada Rasulullah SAW, “Berilah aku nasihat.” Maka beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah, di hadapan kamu.” Lelaki itu berkata, “Tambah lagi.” Nabi bersabda, “Iringilah perbuatan dosa dengan baik, niscaya akan terhapuslah dosa itu. ”Lelaki itu kembali berkata,“ Tambahkanlah lagi. ”Nabi Jawab,“ Pergaulilah manusia, dengan akhlak yang baik. ”(HR. Tirmidzi dan Ibnu Hanbal)
Untuk menemukan sesuatu yang nyata, hanya dapat diidentifikasi dengan baik, jika ia mengetahui kondisi sebaliknya yang ada dalam jiwanya. Menurut al-Ghazali, sifat-sifat keberatan yang akan digunakan untuk akhlak buruk, harusnya menentukan dosisnya. Jiwa yang kurang sempurna dan jernih, harus diupayakan menemukan kekurangan-sempurnaan jiwanya.
Dalam hal pecandu Narkoba, akhlak buruk akibat kecanduan dalam dirinya akan dikenali setelah ia menyadari bahwa ia adalah, yang menggambarkan kondisi jiwa yang sebenarnya. Dan itu akibat lemahnya penyerahan diri (tawakal) si pecandu kepada kekuatan yang Maha Agung, Allah SWT. Menghasilkan hubungan buruk dengan orang lain, yang tergambar dalam perilaku asertif.
Kecemasan dapat ditanggulangi dengan mendekatkan diri kepada Allah, yang di paksa melalui ibadah. Dengan ibadah, seseorang akan terseulat akal dan semua umpan dirinya. Dengan konsistensi mengingat Allah di setiap waktu, dan menghadapkan diri kepada-Nya sepenuh hati dan jiwa, seorang pecandu akan mendapatkan perawatan melalui ruhani dan kejiwaan. Saat berinteraksi dengan Allah, melalui ibadah, ia akan dapat terlepaskan dari kesendirian dan kekosongan ruh.
Musfir ibn Said az-Zahrani (Konseling Terapi, 2005) mengungkapkan, dengan mengingat Allah dalam ibadah atau di luar ibadah, akan tumbuh rasa kedekatan hati dengan Allah. Orang yang akan melakukannya akan selalu bertawakal kepada-Nya. Dengan ibadah, orang tidak akan menemukan kesendirian di dunia, atau terkucilkan dari masyarakatnya.
Jika Anda sedang dalam proses pemulihan, maka dalam dirinya akan tumbuh perasaan aman dan ketenangan jiwa. Yang dapat diandalkan untuk mengeluarkan dari semua penyebab keraguan, ketakutan, kesedihan, dan mata peluru diri.
Orang-orang yang bertawakal, modal utama mereka adalah mengabdikan diri kepada Allah. Mereka akan berlapang dada dan jauh dari pikiran-pikiran kusut yang merepotkan diri, hingga mereka bisa hidup tentram, tanpa dirongrong kepentingan makhluk. Mereka tidak akan merasakan kesendirian di dunia, dan tidak akan memberikan kesulitan dalam menggunakan orang lain dengan jujur dan terbuka.
Mereka adalah kaum yang kuat dan bebas. Seolah mereka raja sejagad, beribadah tanpa ada godaan dan halangan. Karena semua tempat dan waktu bagi mereka sama saja, tidak memberikan kontribusi apa-apa. Sebab modal dasar mereka adalah tawakal kepada Allah.
Penulis : Muhammad Fierza Mucharam, M.Si., Psi
Komentar